Rasionalitas 'KEPO': Sebuah Fondasi dalam Menalar Tuhan Menurut Frater Iventus Kocu

- 17 Mei 2022, 12:46 WIB
Calon imam Keuskupan Manokwari-Sorong, Frater Iventus Kocu, Pr
Calon imam Keuskupan Manokwari-Sorong, Frater Iventus Kocu, Pr /Portal Papua Barat

PORTAL PAPUA BARAT - Manusia pada umumnya tidak terlepas dari rasa ingin tahu yang begitu besar. Ingin tahu atau dalam bahasa trend dikenal dengan sebutan 'kepo'. Kepo seringkali menghantar seseorang pada pemahaman yang lengkap tentang sesuatu hal.

Namun tak jarang, kepo bisa saja menemui "lautan tak bertepi", dalam artian, tak ada ujung dari sesuatu yang di-kepo-kan itu.

Ciri khas manusia yang kepo lebih jauh dan lebih mendalam membuat manusia selalu bertanya, bertanya dan bertanya. Salah satu pertanyaan mereka menjurus ke pertanyaan yang berhubungan dengan masalah keTuhanan itu sendiri.

Baca Juga: Jadwal Acara SCTV Hari ini Selasa, 17 Mei 2022: Tonton ‘Trio Gabut Kursus Iman’ dan ‘Dewi Rindu ’

Selama berabad-abad manusia sudah menyembah Tuhan, jadi tidak realistis jika tidak mempertanyakan Tuhan. (bdk. Franz Magnis Suseno, 2006:17).

Selaras dengan itu, Martin Heidegger mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk penanya. Selalu bertanya karena kepo.

Kepo bertendensi untuk menjawab diskursus pengetahuan, perihal benar-salah. Perdebatannya dengan Gadamer memberikan kepada Habermas tugas untuk membangun sebuah prinsip yang dapat membantu manusia dalam membedakan konsensus yang benar dari yang keliru. (bdk. Josef Bleicher, 2007: 244).

Baca Juga: Jadwal MNC TV Hari Ini Selasa 17 Mei 2022: Ada Suparman Reborn dan Kisah Cinta Ken Dedes

Pada taraf inilah kepo menjadi fondasi yang melandasi norma hermeneutika dalam menelaah maupun menalar Tuhan.

Pertanyaannya ialah pentingkah manusia menalar Tuhan? Jawabannya Penting. Sebab pengetahuan mengenai Tuhan memungkinkan manusia untuk bertindak dan memenuhi kebutuhan rohaninya sehingga pada awalnya hidup ini terasa hambar menjadi nikmat.

Akan tetapi Tuhan bukanlah obyek pengetahun. Rasa kepo dalam menafsir Tuhan bakal menemui jalan buntu. Hal ini telah termaktub dalam kancah pemikiran brilian dari seorang Immanuel Kant (1724—1804 M).

Baca Juga: Simak Jadwal Program ANTV  Hari ini, Selasa 17 Mei 2022: Ada Acara ‘Suami Pengganti'

Menurut Kant, Tuhan tidaklah menjadi obyek pengetahuan manusia sehingga nalar tidak dapat menjangkau Tuhan. Meskipun menurutnya kesadaran moral merupakan petunjuk akan adanya Tuhan. (bdk. Iven Kocu; STFT Fajar Timur, 2018: 56).

Jika demikian untuk apa manusia menalar Tuhan? Franz Magniz Suseno memberi keterangan yang cukup transparan dalam bukunya yang berjudul "Menalar Tuhan".

Menurutnya, tujuan dari menalar Tuhan ini bukan berarti untuk membuktikan Tuhan itu ada atau tidak ada, tetapi lebih mempertanggungjawabkan iman dengan rasional. (bdk. Franz Magnis Suseno, 2006:23).

Baca Juga: Bertema Maluku Bangkit Bersatu, Warga Maluku di Manokwari Peringati HUT 205 Tahun Pattimura

Mempertanggungjawabkan iman dengan rasional itu justru merupakan upaya perwujudan makna kepo. Perlu dipahami, rasional di sini ada dua pemaknaan, yakni rasional secara teologis dan filosofis.

Secara teologis iman dipertanggungjawabkan dengan dalil kitab suci sebagai sumber kebenaran dan pedoman umat manusia.

Sedangkan secara filosofis iman dipertanggungjawabkan dengan nalar. Nalar berfungsi sebagai pemeriksa keyakinan dari beberapa sudut—konsistensi logis, apakah sesuai dengan pola perilaku masyarakat atau tidak. (bdk. Franz Magnis Suseno, 2006:23).

Baca Juga: Yohanes Ferinando Pahabol Telah Menyampaikan Salam Perpisahan kepada Persipura

Pertanggungjawaban rasional dari sudut pandang iman, bisa dengan cara lunak maupun cara keras.

Cara lunak mendasarkan kepada iman yang tak memaksakan seseorang untuk percaya pada Tuhan. Tidak begitu dengan cara keras, yang berusaha membuktikan Tuhan itu ada dengan bukti yang logis. (bdk. Franz Magnis Suseno, 2006:23).

Menurut hemat saya, 'kepo' ini merupakan perwujudan ciri khas manusia sebagai makhluk paradoksal.

Baca Juga: Sebagai Runner-up Grup A, Indonesia akan Hadapi Thailand pada Semifinal SEA Games

Di satu sisi, kepo itu menampilkan perasaan emosional yang menggebu-gebu; namun di sisi lain, serentak mendorong upaya pencarian yang mengacu pada tingkatan nalar-rasional.

Kepo pada tingkatan nalar-rasional inilah yang merupakan basis dalam bahasan ini sehingga tidak bisa disamakan dengan kepo yang melulu pada perasaan emosional belaka, mencari tahu urusan hidup orang lain.

Singkatnya, dalam konteks ini, kepo merupakan salah satu fondasi yang dapat dipakai dalam menalar Tuhan.

Editor: Elvis Romario


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah