PORTAL PAPUA BARAT - Pengembangan literasi nasional yang digalang oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) rupanya memiliki sumbangsi yang besar dalam pengentasan buta aksara di Indonesia.
Melalui pengembangan literasi, angka buta aksara di Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahun seiring dengan terlaksananya berbagai strategi yang inovatif dan sinergi dari berbagai pihak.
Baca Juga: Ramalan Zodiak Sabtu, 18 September 2021 Gemini, Cancer, dan Leo
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim menyampaikan bahwa pengentasan buta aksara berujung pada literasi yang mendorong individu untuk berpikir kritis.
Menurutnya, sangat penting menjadikan literasi sebagai kompetensi esensial dalam dunia pendidikan.
“Bukan hafalan yang harus dituntut dari peserta didik, melainkan kemampuan memahami, dan mengolah informasi secara kritis melalui literasi,” ujar Nadiem pada puncak peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) Tingkat Nasional, secara daring, sebagaimana dikutip dari laman Kemendikbud.go.id, Sabtu, 18 September 2021.
Baca Juga: Selamat dari Serangan KKB di Pegunungan Bintang, Nakes Ini Beberkan Sejumlah Fakta Mengejutkan
Di samping itu, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) Kemendikbudristek), Jumeri membeberkan sejumlah data terkait penurunan buta aksara di Indonesia.
Jumper membeberkan bahwa Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, menunjukkan penurunan yang cukup signifikan pada jumlah penduduk buta aksara.
Ia menyebut, persentase buta aksara tahun 2019 sebanyak 1,78 persen atau 3.081.136 orang, dan pada tahun 2020 turun menjadi 1,71 persen, atau menjadi 2.961.060 orang
Baca Juga: Resmi, Film Black Widow Telah Rilis 16 September 2021 Lalu
Tentu, penuruan persentase buta aksara tersebut tidak terlepas dari upaya pengembangan literasi nasional yang selama ini digalang oleh Kemendikbud ristek.
Jumeri menuturkan bahwab dalam upaya pengembangan literasi nasional, dapat ditempuh melalui gerakan literasi sekolah, gerakan literasi masyarakat, dan gerakan literasi keluarga melalui pendidikan formal dan nonformal.
Menurut Jumeri, peningkatan literasi masyarakat diawali dari upaya penuntasan masyarakat yang buta aksara.
Baca Juga: Aktivitas Vulkanik Gunung Merapi Masih Tinggi, Warga Harap Waspada
“Melalui layanan program pendidikan keaksaraan diharapkan masyarakat buta aksara dapat meningkat kualitas hidupnya sebagai awal langkah untuk jenjang berikutnya," terang Jumeri.
"Masyarakat yang buta aksara mengikuti pendidikan keaksaraan dasar, selanjutnya keaksaraan lanjutan, dan selanjutnya ke jenjang pendidikan kesetaraan Paket A setara SD, paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA,” tambahnya.
Selain itu, pada puncak peringatan HAI tingkat nasional, Direktur UNESCO Jakarta, Mohamed Djelid, memandang bahwa harkat dan martabat manusia sangat ditentukan oleh kemampuannya berliterasi.
Baca Juga: Semua Pekerja di Italia Wajib Memiliki Kartu Vaksin Digital
“Perayaan HAI tahun 2021 menjadi momentum yang tepat untuk menata model pembelajaran dan literasi yang lebih baik,” ucapnya dalam sambutan yang disampaikan secara daring.
Keberhasilan pemerintah Indonesia dalam upaya penuntasan buta aksara ini tentu saja tidak dicapai dalam semalam ataupun semudah membalikkan telapak tangan.
Proses yang telah dilalui diabadikan dalam berbagai penghargaan dari UNESCO, yakni King Sejong Literacy Prize tahun 2018, dan BASAbaliWiki tahun 2019 yang meraih penghargaan The Unesco Confucius Prize for Literacy.
Baca Juga: Sikap Agresif China di Perairan Natuna, Panglima Komando Armada: Tidak Ada Toleransi
Selain itu, sejak akhir tahun 2019, pemerintah Indonesia dipilih sebagai Komite Pengarah Aliansi Global Literasi atau Global Alliance for Literacy (GAL) UNESCO, atas keberhasilan Indonesia memberantas buta aksara.
GAL merupakan perkumpulan atau aliansi 29 negara, yang terdiri dari 20 negara dengan angka melek huruf di bawah 50 persen (antara lain Afganistan dan beberapa negara di Afrika) dan E-9 Countries atau 9 negara berpenduduk terpadat di dunia dan memiliki angka melek huruf di atas 70 persen (antara lain India dan Indonesia).
Untuk Indonesia sendiri, angka melek huruf berdasarkan Susenas BPS 2020 usia 15-59 tahun adalah 98.29 persen.***