PORTAL PAPUA BARAT - Sebuah tragedi berdarah yang menyayat pilu dan meninggalkan luka yang cukup perih di pulau Biak, masih membekas hingga saat ini. Tragedi berdarah itu hingga saat ini belum ditemukan jalan keluar, kejamnya militer Indonesia 6 Juli 1998 silam.
Selain itu perlu diketahui bahwa, laporan intelijen yang baru dirilis, disusun oleh atase militer yang dikirim ke pulau Biak setelah lima hari terjadi insiden itu.
Hal tersebut menunjukkan bahwa hingga saat ini, pemerintah Australia memiliki bukti serius tentang kekejaman militer Indonesia di Pulau Biak 23 tahun lalu.
Baca Juga: Vokal Suarakan Isu Papua, 5 Aktivis HAM Ini Disebut PBB Menerima Intimidasi dan Kekerasan
Dari kejamnya peristiwa tersebut, menjadi salah satu alasan yang kuat, mengapa Papua minta Referendum.
Dirilis oleh Arsip Nasional Australia, laporan tersebut menyusul tindakan di Pengadilan Banding Administratif oleh juru kampanye Anthony Craig dan firma hukum Xenophon Davis.
Petugas yang menulisnya, Dan Weadon, membagikan bukti dari para saksi yang melihat “banyak darah dan mayat” dan mengetahui “setidaknya 20 orang yang terbunuh. Sekitar 200 demonstran (sisanya tewas atau terluka) kemudian ditangkap.”
Diketahui bahwa kemungkinan besar militer Indonesia telah menggunakan kekuatan berlebihan terhadap para demonstran, kemudian membersihkan lokasi dan mengintimidasi para saksi.