Trauma Militeristik, Masyarakat Minta Jaminan Perlindungan Hukum

- 17 September 2021, 18:16 WIB
Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III Doberay, M Paul F Mayor, S.IP
Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III Doberay, M Paul F Mayor, S.IP /Portal Papua Barat / Rafael Fautngiljanan

PORTAL PAPUA BARAT - Berdasarkan hasil pertemuan dan informasi yang didapati dari relawan pemantau kemanusiaan, kasus pembunuhan terhadap 4 anggota TNI membuat masyarakat adat ketakutan hingga melarikan diri ke hutan dan beberapa tempat pengungsian lainnya.

Masyarakat memilih lari ke hutan dan mengungsi di kampung tetangga dikarenakan mereka merasa ketakutan dan terancam dengan situasi mencekam yang menakutkan mereka. Sebab, sebelumnya belum pernah terjadi kejadian seperti ini di wilayah Maybrat terutama di Aifat Raya, Kabupaten Maybrat.

Baca Juga: Kisah Penganiayaan Nakes yang Berujung Maut di Pegunungan Bintang

Hal tersebut dikatakan langsung oleh Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah III Doberay, M. Paul F Mayor, S.IP pada Portal Papua Barat, Jumat 17 September 2021.

Paul mengatakan bahwa informasi terbaru yang DAP dapatkan dari sumber terpercaya bahwa, ada 3 orang mama Papua yang sakit asma dan terinfeksi saluran pernapasan, serta ada 4 orang bapak yang juga dalam kondisi sakit di wilayah pengungsian.

"Kami minta dukungan semua pihak agar ketujuh orang tua ini segera diupayakan ke rumah sakit terdekat atau dibawa ke Sorong untuk berobat karena bisa membahayakan nyawa mereka," kata Paul.

Baca Juga: Inilah 4 Pernyataan Sikap Tegas Ratusan Nakes di Pegunungan Bintang dalam Aksi Long March

Dikatakannya bahwa terdapat seorang bayi laki-laki yang lahir di tempat pengungsian. Bayi tersebut diberi nama Sipa yang artinya situasi Papua. Dari perjalanan panjang pengungsi yang melelahkan, akhirnya anak asli Papua ini lahir di pengungsian, dengan jarak kampung halamannya ke tempat pengungsian diperkirakan sejauh 30 kilometer.

Selain itu, salah satu Guru SD YPK Vito Kisor, dalam perjalanan pengungsian, ketika hendak membersihkan semak-semak untuk masyarakat yang lewat, ternyata salah memotong kakinya sendiri. Guru tersebut harus dibopong oleh masyarakat secara bergantian sejauh kira-kira 20 kilometer untuk mendapatkan penanganan medis.

"Kondisi kemanusiaan yang telah terjadi ini, mengajak kita semua untuk bergandengan tangan dengan semua pihak. Agar kita dapat memastikan kondisi kemanusiaan dan kedamaian di wilayah Maybrat terutama di Aifat Raya, yang terdiri dari beberapa Distrik di Kabupaten Maybrat untuk segera pulih kembali, sehingga masyarakat adat bisa kembali ke Kampung halamannya," katanya.

Baca Juga: Nyatakan Sikap, 250 Nakes di Pegunungan Bintang Gelar Aksi Long March

Paul mengatakan, DAP mendukung penuh Gubernur Papua Barat dan Bupati Kabupaten Maybrat untuk segera mengajak masyarakat adat kembali ke kampung halamannya. Namun sebelum itu, DAP mengajak agar semuanya harus bergandengan tangan dan memastikan kondisi kemanusiaan, keamanan, perlindungan hukum, dan kondisi keamanan yang terjamin bagi Masyarakat Adat Papua Wilayah Aifat Raya.

"Kita pastikan dulu bahwa kalau masyarakat adat pulang ke kampung halamannya, mereka tidak lagi didatangi oleh aparat keamanan dalam hal ini TNI dan Polri untuk dimintai keterangan atau diperiksa atau pun diinterogasi berjam-jam oleh aparat keamanan," katanya.

Sebab, masyarakat adat Papua, lanjut Paul, mengalami kondisi trauma militeristik sejak masa pemerintahan orde lama sampai orde baru.

Ia mengatakan bahwa hidup masyarakat di bawah tekanan militeristik, sehingga ketika mereka melihat aparat keamanan menggunakan pakaian dinas Tentara atau Polisi dan mendatangi rumah mereka, mereka akan mengalami ketakutan dan memilih untuk lari ke hutan atau kampung, Distrik atau Kabupaten terdekat demi menyelamatkan diri mereka.

Baca Juga: Dikritik MUI karena Menyebut Semua Agama Benar, Pangkostrad: Saya Bukan Ulama

"Nah, hal-hal seperti ini yang dialami oleh masyarakat adat Papua sehingga kami minta ketika masyarakat adat kembali ke Kampung halamannya jangan lagi ada tindakan seperti yang kami jelaskan di atas," kata Paul.

Paul juga menambahkan bahwa jika masyarakat adat ingin kembali ke kampung halamannya dan tetap didatangi aparat TNI Polri, maka mereka enggan untuk kembali ke kampung halamannya itu.

"Hal ini yang kami dapatkan di lapangan ketika turun dan bertemu langsung dengan masyarakat adat yang sedang mengungsi ke hutan dan beberapa tempat pengungsian di Sorong raya ini," pungkasnya.***

Editor: Rafael Fautngiljanan


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah