PORTAL PAPUA BARAT - Sebagai upaya pemanfaatan keanekaragaman hayati (kehati) tumbuhan oleh masyarakat adat di Pulau Batanta, Papua Barat, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat melakukan studi dan perekaman kearifan lokal.
Melansir ANTARA, dari hasil observasi sementara oleh BRIN-BBKSDA memperlihatkan lebih dari 100 jenis tumbuhan dimanfaatkan oleh masyarakat adat untuk berbagai keperluan.
Hasil observasi dan rekam kearifan lokal tersebut disampaikan langsung oleh koordinator tim kajian dari BBKSDA Papua Barat, Reza Saputra.
Baca Juga: Kasus Pornografi Dea OnlyFans, Polisi Ungkap 2 Hal: Alasan Ekonomi dan Terdapat Pelaku Lain
"Hasil observasi sementara memperlihatkan total lebih dari 100 jenis tumbuhan digunakan oleh kelompok masyarakat adat untuk berbagai keperluan," ujar Reza Saputra dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, 25 Maret 2022, dilansir ANTARA.
Reza juga mengungkapkan bahwa tumbuh-tumbuhan tersebut juga digunakan oleh masyarakat lokal untuk berbagai keperluan termasuk obat-obatan, pangan lokal, pakaian, upacara tradisional, kerajinan, perlengkapan rumah, bangunan, serta material untuk membuat perahu.
Masyarakat adat Batanta, jelas Reza, menggunakan tumbuhan “wil-gelfun” (Coscinium fenestratum) yang banyak tumbuh liar di hutan untuk pengobatan tradisional malaria, sakit mata, gangguan pencernaan, serta badan letih.
Baca Juga: Bentuk Dukungan Kebudayaan, Kemendikbudristek dan Kemenkeu Luncurkan Dana Indonesiana
Masyarakat setempat juga, tambah Reza, memanfaatkan tumbuhan “teliih” (Terminalia catappa) yang banyak tumbuh liar di pesisir untuk mengobati luka terbuka, gangguan pencernaan, hingga diare.