Peringati Hari Internasional Masyarakat Adat, Perempuan Papua Desak Pemerintah Pusat-Daerah dan Korporasi

- 18 Agustus 2022, 10:25 WIB
Peringati Hari Internasional Masyarakat Adat, Perempuan Papua Desak Pemerintah Pusat-Daerah dan Korporasi
Peringati Hari Internasional Masyarakat Adat, Perempuan Papua Desak Pemerintah Pusat-Daerah dan Korporasi /

PORTAL PAPUA BARAT — Memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) yang jatuh pada tanggal 9 Agustus, pada tahun ini aktivis dan perempuan adat mendesak ke pemerintah pusat, daerah dan korporasi.

Mewakili Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan (KPKC Sinode) Pendeta Magdalena Kafiar, praktik pengetahuan tradisional dan pemanfaatan hutan berkelanjutan salah satunya dilakukan oleh perempuan adat di Tanah Papua.

Akan tetapi hal itu perlahan tergerus oleh konversi hutan dan eksploitasi perusahaan berskala besar di tanah-tanah adat.

Baca Juga: Meriahkan HUT RI, Komunitas Motor di Papua Barat Gelar Konvoi

“Sekarang hutan mereka sudah diambil dan beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit dan kayu. Obat-obatan sudah mulai hilang sehingga terpaksa ke puskesmas terdekat. Namun faktanya, perempuan adat lebih percaya dengan obat-obatan alami dan ini bikin kehidupan mereka jadi agak sulit,” ungkap Magdalena Kafiar, Selasa, 9 Agustus 2022.

Hilangnya akses pada tanah adat berdampak lebih besar kepada perempuan adat. Selain kehilangan sumber obat-obatan, perempuan juga mengalami dampak kerusakan lingkungan maupun ketidakadilan ekonomi. Hal ini membuat perempuan adat harus menambah tenaga dan waktu untuk usaha produksi dan memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. Ini terjadi karena perempuan memiliki keterkaitan erat dengan tanah, hutan dan lingkungan.

Hal tersebut dialami Veronika Manimbu, warga Suku Mpur dari Kampung Arumi, Distrik Kebar Timur, Tambrauw, Papua Barat. Ekspansi perusahaan jagung di Lembah Kebar yang merangsek ke tanah ulayatnya memaksa Veronika untuk membuka ladang lebih jauh.

Baca Juga: Diskominfo Pastikan Bangun Ratusan BTS di Papua Barat

“Kalau dulu jarak ladang kasbi (singkong, red) dan sayuran dari rumah hanya 100 meter saja. Sekarang harus jalan kaki ke ladang sekitar dua-tiga jam. Sangat jauh. Kita setengah mati berjalan, karena hutan kami sudah habis digusur perusahaan,” kata Veronika

Halaman:

Editor: Tito Suroso


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x