"Harapannya, proses pelatihan ini bisa dapat bermanfaat untuk keluarga atau utusan masing-masing marga (Rae) yang ikut serta dalam kegiatan tersebut sehingga dapat membantu proses pendampingan pemetaan wilayahnya masing-masing agar bisa selesai dengan secepatnya supaya teman-teman dari lembaga LSM, Aka Wuon, The Samdana Institute dan BRWA dapat menyusun profil marga dan peta marga," jelas Arnold.
Baca Juga: Koordinator POHR: Diharapkan Jose Ramos-Horta Bantu Perdamaian untuk Papua
Arnold menerangkan bahwa sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan SK pengakuan wilayah hukum adat sesuai dengan dasar hukum yang berlaku di Negara Indonesia, terlebih khusus di Kabupaten Tambrauw.
"Dasar hukum peraturan daerah (Perda) masyarakat hukum adat sudah ada di Pemerintahan Kabupaten Tambrauw," tutur Arnold.
"Bahkan dasar hukum itu merupakan tindaklanjuti dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan begitu, hutan adat kini resmi disahkan menjadi milik komunitas adat, bukan lagi milik negara," tambahnya.
Baca Juga: Eksistensi Kelembagaan MRP dalam Sidang Lanjutan Uji Materiil UU Otsus di MK Dipertanyakan
Pengakuan ini datang dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 35/PUU-X/2012 mengenai hutan adat yang membatalkan sejumlah ayat dan pasal yang mengatur keberadaan hutan adat dalam UU Nomor 41 tahun 1999.
Bertolak dari pengakuan wilayah masyarakat hukum adat di Kabupaten Tambrauw yang sudah di Perdakan oleh pemerintah tersebut, terang Arnold, maka lembaga LSM dengan masyarakat hukum adat melakukan kegiatan pelatihan tersebut dengan dukungan dari The Samdana Institute.***