Dua Warga Sipil di Yahukimo Tewas saat Demo, POHR: Stop Pemekaran, Komnas HAM Segera Investigasi.

- 15 Maret 2022, 21:42 WIB
Koordinator Papuan Observatory for Human Rights(POHR) dan Advokat muda Papua,  Thomas Ch Syufi
Koordinator Papuan Observatory for Human Rights(POHR) dan Advokat muda Papua, Thomas Ch Syufi /Portal Papua Barat/Elvis Romario

PORTAL PAPUA BARAT - Eksistensi hak asasi manusia (HAM) di Tanah Papua semakin memprihatinkan. Kini terjadi lagi pertumpahan darah rakyat sipil di Dekai, Kabupaten Yahukimo, Papua yang melakukan demonstrasi damai menolak pemekaran daerah operasi baru (DOB) di Provinsi Papua.

Menyikapi hal tersebut, Koordinator Papuan Observatory for Human Rights(POHR) dan Advokat muda Papua, Thomas Ch Syufi pun angkat bicara.

Lantas, Thomas pun sangat menyayangkan tewasnya dua warga sipil serta beberapa orang mengalami luka-luka karena diduga ditembak oleh aparat keamanan saat demo berlangsung.

Baca Juga: Demo Tolak Pemekaran di Yahukimo Papua Berakhir Ricuh, 2 Meninggal Dunia

"Hal ini sangat tidak sesuai dengan standar- standar prosedur negara hukum yang menjunjung tinggi martabat dan hak asasi manusia," kata Thomas, dalam keterangannya kepada Portal Papua Barat, Selasa, 15 Maret 2022.

"Sangat tidak dibenarakan extra didicial killing(pembunuhan di luar hukum). Siapa pun orang yang diduga melakukan pelanggaran hukum atau tindak pidana, bisa diproses lewat jalan pengadilan, bukan show force, tunjukan koersifitas, brutalisme seperti ini," lanjutnya.

Menurut Thomas, tidak boleh ada pihak yang memonopoli kebenaran dalam proses penegakan hukum.

Baca Juga: Ricuh dan Anarkis, Pengunjuk Rasa di Yahukimo Papua Ditindak Tegas Aparat Keamanan

"Saya nilai ini aparat kemanan melakukan suatu kejahatan kemanusiaan. Hal ini menegaskan bahwa pihak kemanan tidak profesional dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat Papua," tegasnya.

Padahal, terang Thomas, aparat keamanan sebagai penjaga gerbang sistem peradilan pidana Indonesia harus mengedepankan profesionalitas bukan irasionalitas atau arogansinya.

Sebab, bagi Thomas, apa yang disuarakan oleh rakyat sipil dalam unjuk rasa di Yahukimo adalah aspirasi yang tidak perlu alergi.

Baca Juga: Hindari Pelanggaran HAM saat Operasi Militer, Perwira Kodam XVIII/Kasuari Dibekali oleh ICRC

Di samping itu, Thomas juga menerangkan bahwa pemerintahan pusat cenderung memaksakan pemekaran Papua, padahal orang Papua tidak minta pemekaran, termasuk otsus.

Daerah lain di nusantara ini, ungkap Thomas, sudah belasan tahun berjuang untuk pemekaran provinsi seperti di NTT, Nias, Toraja, dan lain-lain tidak pernah digubris oleh pemerintah pusat, namun, Papua tanpa diminta bahkan ditolak, tetapi tetap dipaksakan oleh Jakarta.

Baca Juga: Minimalisir Kekerasan, Komnas HAM Minta Bupati Pegunungan Tengah Berkomunikasi dengan KKB

"Sepertinya ini intrik politik, sebuah taktik politik kotor pemerintah pusat untuk orang Papua melalui slogan semu," pemekaran untuk memperpendek pelayanan kepada masyarakat, agar kesejahteraan warga Papua terpenuhi, " ungkap Thomas.

Oleh sebab itu, dengan adanya tragedi Yahukimo tersebut, Thomas pun meminta agar upaya pemekaran DOB di Papua segera dihentikan.

Sebab, menurut Thomas, setiap kebijakan Jakarta selalu menciptakan sungai darah dan kematian bagi orang Papua yang resisten di tangan aparat keamanan.

Baca Juga: Rakyat Gencar Tolak Pemekaran, Koordinator POHR: DPRPB dan MRPB Mandul dan Buta

Lantas, Thomas mendesak agar kasus di Yahukimo di mana dua orang meninggal dan lain luka-luka yang diduga dilakukan oleh aparat keamanan segera dinvestigasi oleh Komnas HAM dengan melibatkan lembaga- lambaga HAM non-pemerintah, pihak Gereja.

"Siapa pun pelaku maupun menyuruh dilakukan kejahatan dgn menembak mati dan melukai demonstran harus bertanggungjawab secara hukum: dihukum dan dipecat dari jabatannya," pungkasnya.***

Editor: Elvis Romario


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah