Aliansi Rakyat Trenggalek dan Walhi Jatim Desak Pencabutan Izin Usaha PT SMN

- 18 Agustus 2022, 11:47 WIB
Aliansi Rakyat Trenggalek desak pemerintah mencabut IUP Operasi Produksi PT SMN
Aliansi Rakyat Trenggalek desak pemerintah mencabut IUP Operasi Produksi PT SMN /

PORTAL PAPUA BARAT — Dalam pertemuan dengan Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin Senin 8 Agustus 2022, Aliansi Rakyat Trenggalek mendesak pemerintah untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT Sumber Mineral Nusantara (SMN).

Aliansi Rakyat Trenggalek meminta Bupati Trenggalek untuk mengirimkan surat rekomendasi pencabutan IUP Operasi Produksi perusahaan tambang emas yang beberapa waktu lalu dilego ke perusahaan tembang emas Australia Far East Gold Ltd itu kepada Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Mochamad Nur Arifin merespon positif. Ia mengirimkan surat bernomor 500/2096/406.002.1/2022 kepada Kementerian ESDM terkait permohonan pencabutan IUP produksi PT. SMN pada Selasa, 9 Agustus 2022.

Baca Juga: Anggaran Pembangunan IKN di 2023 Mencapai Rp23,6 triliun

Sebenarnya itu kali kedua Bupati Bupati Trenggalek mengirimkan surat ke Kementerian ESDM. Surat yang pertama ia kirimkan pada Pada 18 Mei 2021 dengan bernomor 500/1180/406.002.1./2021 kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batubara (Minerba), yang isinya memohon agar dilakukan peninjauan kembali terhadap penerbitan IUP OP PT SMN.

Permintaan Aliansi Trenggalek dan Bupati Trenggalek ini bukan tanpa dasar. Sebab sejak 2015 warga di tingkat tapak yang tinggal di Kecamatan Kampak, Watulimo, Dongko dan hampir di seluruh wilayah Trenggalek menolak tambang.

Penolakan tambang berdasar pada kajian mengenai beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah ketika menerbitkan IUP Operasi Produksi kepada PT SMN.

Baca Juga: Diskominfo Pastikan Bangun Ratusan BTS di Papua Barat

Seperti Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim, Wahyu Eka Styawan yang mengungkapkan, pihaknya menemukan bahwa IUP Operasi Produksi seluas 12.813 hektar, yang meliputi 9 wilayah kecamatan di Kabupaten Trenggalek, di antaranya adalah Tugu, Karangan, Suruh, Pule, Gandusari, Dongko, Kampak, Munjungan, dan Watulimo, ternyata bertentangan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Trenggalek Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Trenggalek Tahun 2012-2032.

“Setelah mencoba melakukan penyesuaian peta konsesi dengan peta pola ruang Kabupaten Trenggalek, lebih detailnya ditemukan jika IUP Operasi Produksi PT SMN yang mencakup 9 kecamatan tersebut berada di atas kawasan lindung yang telah ditetapkan berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku,” beber Wahyu.

Kawasan lindung dimaksud di antaranya termasuk, kawasan hutan lindung, kawasan resapan air, kawasan sempadan mata air, kawasan sempadan sungai, kawasan pelestarian alam gua, kawasan pelestarian alam air terjun, kawasan pelestarian alam gunung dan kawasan lindung geologi karst.

Baca Juga: Pemkot Yogyakarta Upayakan Hak P3K Terpenuhi

Selain itu konsesi tersebut juga berada di atas kawasan rawan bencana yang telah ditetapkan berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk kawasan rawan bencana longsor dan kawasan rawan bencana banjir

"Kami juga menemukan beberapa pelanggaran substansial yang dilakukan oleh PT SMN. Mereka telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batu bara dengan mengindahkan kewajibannya untuk memasang tanda batas paling lambat 6 bulan sejak ditetapkannya IUP Operasi Produksi pada 24 Juni 2019 melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Jatim Nomor P2T/57/15.02/VI/2019.” kata Wahyu.

Kemudian, secara faktual di dalam konsesi PT Sumber SMN juga terdapat kawasan pemukiman penduduk yang cukup padat. Selain itu areal dalam cakupan konsesi PT SMN adalah kawasan lahan pertanian produktif, yang sebagian telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan.

 

Di dalam konsesi PT SMN juga terdapat kawasan lahan perkebunan milik warga masyarakat yang telah menghidupi secara turun temurun, berkontribusi pada pendapatan daerah dengan hasil produktivitas pada komoditas unggulan termasuk di antaranya cengkeh, kopi, kakao, tebu, durian, dan manggis.

“Selain ekonomi warga, kami juga menemukan bahwa areal dalam cakupan konsesi IUP PT Sumber Mineral Nusantara mencakup adanya situs-situs budaya yang menjadi penting untuk dijaga sebagai cagar budaya, seperti prasasti Kampak yang menjadi bukti perjalanan Mpu Sindok saat melakukan perjalanan pasca Kerajaan Mataram kuno runtuh,” kata Wahyu.

Menurut Wahyu, keberadaan tambang emas tentunya akan merampas banyak hal, baik biodiversitas, sumber mata air, ekonomi lokal dan sejarah penting rakyat Indonesia.

Baca Juga: Meriahkan HUT RI, Komunitas Motor di Papua Barat Gelar Konvoi

Oleh karena itu, lanjut Wahyu keberadaan PT SMN sangat tidak relevan, selain melanggar peraturan juga akan menyebabkan bencana multidimensi di masa depan.

“Karena itu kami meminta Presiden Joko Widodo dan Kementerian ESDM untuk mencabut IUP Produksi PT SMN, karena melanggar beberapa prinsip, ketentuan dan aturan, serta tidak sesuai dengan target National Determined Contribution (NDC) untuk mengurangi emisi dan menjadi bagian dari gerakan melawan perubahan iklim secara global sebagaimana disampaikan oleh Presiden,” ujar Wahyu.

Selanjutnya, kata Wahyu, Walhi Jatim mendukung penuh sikap dan langkah Bupati Trenggalek untuk menolak dan mengusulkan pencabutan IUP produksi PT SMN. Juga mendesak dan meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mendukung dan mengupayakan pencabutan izin IUP Produksi PT SMN. Karena pemerintah provinsi bertanggung jawab atas izin tersebut, sebab mereka yang menerbit SK IUP Operasi Produksi pada PT SMN.

Baca Juga: Peringati Hari Internasional Masyarakat Adat, Perempuan Papua Desak Pemerintah Pusat-Daerah dan Korporasi

"Kami mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kementerian ATR//BPN untuk segera mengesahkan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Trenggalek yang baru, karena sejak 2020 ditahan dan digantung, karena tidak memasukkan kawasan tambang dan dipaksa memasukkan kawasan tambang," tegas Wahyu.

Hal ini sangat tidak dibenarkan, memaksa suatu daerah untuk memasukkan kawasan yang tidak cocok dengan kondisi kawasannya dan jika dimasukkan berpotensi menyebabkan degradasi yang berujung bencana di sebuah wilayah. Berarti pemerintah provinsi dan pusat dalam hal ini ATR/BPN mengamini bencana di Pesisir Selatan Jawa.

Terakhir, Walhi mendesak dan meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk membuat Rencana Tata Ruang dan Wilayah yang berbasis realitas dan saintifik, mempertimbangkan risiko bencana, dengan menetapkan kawasan Pesisir Selatan Jawa sebagai kawasan non-tambang dan kawasan lindung, sebagai upaya pencegahan untuk menghindari degradasi dan bencana di masa yang akan datang khususnya di Pesisir Selatan Jawa.***

Editor: Tito Suroso


Tags

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah